KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI II
I. TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran fase gerak terhadap
waktu retensi (tR) dan memperoleh harga efektivitas kolom.
II. DASAR TEORI
Keuntungan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi adalah :
Waktu analisis baik
Daya pisahnya baik
Daya pisahnya baik
Peka,sangat tergantung pada jenis detector dan eluen yang digun
Kolom dapat dipakai kembali
Kolom dapat dipakai kembali
Ideal untuk molekul besar dan kecil
Mudah memperoleh kembali cuplikan
Mudah memperoleh kembali cuplikan
1. Pompa
2
Kolom
3.
Gerbang suntik
4. Detector
5.
Integrator
6.
Kromatogram1. Pompa
Syarat sistem pompa :
- Memberikan tekanan sampai 6000psi
- Sama sekali bebas pulsa
- Memberikan kecepatan aliran 0,1-10 ml/menit
- Aliran terkontrol dengan reprodusibilitas 0,5% atau kurang (lebih baik)
- Antikarat,seal pompa terbuat dari bahan baja atau Teflon
a. sistem elusi isokratik
elusi dilakukan denagan 1 macam larutan pengembang atau lebih dari 1 macam larutan pengembang(pelarut pengembang campur) dengan perbandingan tetap = methanol : air = 50 : 50 v/v
b. sistem elusi gradien elusi dilakukan dengan pengembang campur yang perbandingannya berubah dalam waktu tertentu, contoh methanol : air = 40 : 60 v/v dengan kenaikan kadar methanol 8% setiap menit.
2. Kolom
Kolom merupakan bagian yang sangat penting sebab separasi komponen
sampel terjadi di dalam kolom. Kolom pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
dibuat lurus (tidak dibuat melingkar) sebagaimana kolom pada KG , hal ini
dimaksudkan untuk efisiensi kolom, untuk mendapatkan harga H minimal.kolom
terbuat dari:
- Bahan metal antikorosif dan tahan zat kimia
- Bahan gelas tahan zat kimia
- Bahan gelas yang dilapisi bahan metal
ü
3. Gerbang suntik
Ada 3 macam sistem injector :
- Dengan memakai diafragma (septum)
- Tanpa septum
- Dengan pipa dosis (sampel loop) Sistem yang paling tepat untuk analisis kuantitatif adalah pipa dosis, prinsip kerjanya adalah “lood-inject” berarti pada keadaan pertama sampel akan masuk loop dan akhirnya dengan volume yang tidak berkurang sedikitpun segera menuju kolom pemisahan.
4. Detektor
Syarat detektor :
Sensitivitas sangat tinggi (10-8-10-15 g solut/detik)
Sensitivitas sangat tinggi (10-8-10-15 g solut/detik)
Kestabilan dan reprodusibiliti yang sangat baik
Memberikan respon yang linear terhadap konsentrasi linarut
Dapat bekerja dari temperatur kamar sampai 400o C
Tidak dipengaruhi perubahan temperatur dan kecepatan pelarut pengembang
Sensitivitas sangat tinggi (10-8-10-15 g solut/detik)
Sensitivitas sangat tinggi (10-8-10-15 g solut/detik)
Kestabilan dan reprodusibiliti yang sangat baik
Memberikan respon yang linear terhadap konsentrasi linarut
Dapat bekerja dari temperatur kamar sampai 400o C
Tidak dipengaruhi perubahan temperatur dan kecepatan pelarut pengembang
§ Mudah didapat dan mudah pemakaiannya
Dapat selektif terhadap macam-macam linarut di dalam larutan pengembang
Dapat selektif terhadap macam-macam linarut di dalam larutan pengembang
§ Tidak merusak sampel
- Macam-macam detector ada 2 :
- detector tipe G (general) = mendeteksi zat secara umum , tidak bersifat spesifik dan tidak bersifat selektif
- detector tipe S (selektif) = mendeteksi komponen dengan spesifik dan selektif
Alat Dan Bahan
Alat
o
HPLC Shimadzu
model LC – 10 AS yang dilengkapi dengan detector UV – Vis SPD – 10 A, kolom C18
RP (fase balik) dan pemroses data Class C – R10
o
Jarum suntik yang ujungnya runcing
o
Labu ukur 25,0
ml
o
Pipet volume
1,0 ml; 2,0 ml; 5,0 ml dan 10,0 ml
Bahan
o
Fase gerak
methanol : air = 1 : 2
o
Larutan
Parasetamol 20 ppm
o
Larutan Caffein
20 ppm
o
Larutan
campuran Parasetamol dan Caffein masing-masing konsentrasi 20 ppm
CARA KERJA
1.
Menghubungkan
alat dengan sumber listrik 220 volt
2.
Menyalakan “LC
– 10 AS” dan “SPD – 10 A” dengan menekan tombol kearah “ON“
3.
Mengatur kecepatan
aliran pompa LC – 10 AS sehingga menunjukkan angka 1 dan panjang gelombang pada
detector SPD – 10 A pada 240 nm
4.
Mengalirkan
fase gerak methanol : air yang terbaik dengan kecepatan 1 ml / menit membiarkan
fase ini mengalir sampai diperoleh fase line yang baik
5.
Menyuntikkan 5
µl larutan Parasetamol 20 ppm pada alat KCKT dan mencatat aktu retensinya
6.
Menyuntikkan 5
µl larutan Caffein 20 ppm pada alat KCKT
dan mencatat aktu retensinya
7.
Menyuntikkan 5
µL larutan campuran Parasetamol dan Caffein 20 ppm pada alat KCKT dan mencatat
waktu retensinya serta menghitung resolusinya
8.
Mengganti
kecepatan aliran fase gerak yang digunakan dengan kecepatan 0,9 ml/menit dan
0,8 ml/menit
9.
Mengulangi
percobaan 5 s/d 7
Ø PEMBAHASAN
Percobaan ini
bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif kandungan
parasetamol dan kafein menggunakan peralatan Kkromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT)/ High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
HPLC merupakan metode yang tidak
destruktif dan dapat digunakan baik untuk anlisis kualitatif maupun
kuantitatif.
Sampel yang dianalisis pada
percobaan ini adalah parasetamol dan kafein yang terkandung dalam obat flu
bentuk tablet. Berikut adalah pemerian masing-masing senyawa:
1. Kafein
2. Parasetamol
HPLC lebih unggul bila dibandingkan
dengan kromatografi kolom terbuka. Dalam HPLC digunakan ukuran partikel fase
diam yang lebih kecil dan pompa bertekanan tinggi (300-3000 Psi) untuk menjamin
proses penghantaran fase gerak dapat berlangsung secara tepat, reprodusibel,
konstan, dan bebas dari gangguan.
Pada percobaan
ini digunakan kolom packing/kemas dengan panjang 12cm. Metode yang digunakan
adalah metode fae terbalik (reverse phase), dimana fused silica yang bersifat
polar dilapisi dengan Oktadesil Silika (ODS atau C18) yang bersifat nonpolar.
Fase diam ini dapat dibuat dengan mereaksikan silika dengan alkil klorosilan
yang dikenal dengan reaksi silanisasi.
R adalah gugus alkil rantai lurus
dan R biasanya adalah n-oktadesil (C-18). Hasil reaksi yang diperoleh disebut
dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis serta mempunyai
karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan
dengna silika yang tidak dimodifikasi). Namun penutupan permukaan silanol
terbatas hingga kurang lebih 4 mikromol/m2, sehingga gugus Si-OH yang masih
tersisa akan dapat menyebabkan tailing (puncak yang mengekor) pada solut-solut
yang polar, terutama solut basa. Untuk memperkecil pengaruh ini, maka hasil
silanisasi direaksikan lagi dengan klorotrimetilsilana, karena ukurannya sangat
kecil, dapat bereaksi dengan gugus silanol sehingga kepolarannya berkurang.
Pada percobaan ini digunakan sistem
HPLC fase terbalik karena:
1. Senyawa
yang polar akan lebih baik pemisahannya pada kromatografi fase terbalik.
2. Senyawa
yang mudah terionkan (ionik) yang tidak dapat terpisahkan pada HPLC fase normal
dapat dipisahkan menggunakan sistem HPLC fase terbalik.
3. Fase
diam yang digunakan dalam kromatografi fase normal mempunyai keterbatasan.
Keterbatasannya adalah kepolaran
komponen yang dianalisis harus lebih rendah dibandingkan kepolaran fase diam
sehingga pemisahan sangat tergantung pada perbedaan polaritas antara fase diam
dan komponen yang dipisahkan. Jika perbedaan tersebut sangat kecil, maka tidak
terjadi pemisahan atau pemisahan kurang efisien. Karena alasan tersebut, maka
digunakanlah fase terikat non polar yang dibuat dengan mereaksikan klorosilan
dengan gugus silanol dari silika.
Fase gerak yang
digunakan pada percobaan ini adalah campuran asam asetat dan metanol dengan
perbandingan 6:4. Campuran ini akan menhasilkan larutan polar. Fase gerak untuk
HPLC harus mempunyai kemurnian tinggi dan bebas dari komponen partikel
padat yang dapat menyumbat kolom, mengisi rongga-rongga, dan mengurangi kontak
analit dengan fase diam.
Elusi yang
digunakan adalah elusi isokratik dimana fase gerak dari awal sampai akhir
memiliki perbandingan komposisi yang tetap.Teknik penyuntikan sampel dilakukan
dengan bantuan micro syringe. Sebanyak 50mikroliter larutan disuntikkan ke
dalam loop dalam posisi “load”, setelah itu tutup diputar untuk mengubah posisi
“load” menjadi posisi “inject” dan fase gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.
Kelebihan larutan yang diinjeksikan akan secara otomatis dibuang melalui
saluran pembuangan (vent).
Pada awal
penyuntikan dilakukan penyuntikan parasetamol murni dan kafein murni, kemudian
ditunggu selama 10 menit, setelah alat HPLC berbunyi (merupakan tanda bahwa
elusi telah selesai) maka kromatogram diprint. Langkah selanjutnya dilakukan
penyuntikan standar campuran parasetamol dan kafein pada berbagai konsentrasi
(0,02%; 0,03%; 0,04%; 0,05%; 0,06%; 0,07%; 0,08%; dan 0,10%) yang nantinya
digunakan untuk membuat kurva baku parasetamol dan kafein. Setelah selesai
selanjutnya larutan sampel obat flu yang mengandung parasetamol dan kafein
dimasukkan ke dalam injektor lalu dielusi.
Dalam
pengelusian ini, Parasetamol terelusi terlebih awal dengan waktu retensi lebih
pendek daripada kafein. Parasetamol bersifat lebih polar daripada kafein.
Kepolaran dapat dilihat dari struktur senyawanya
Sehingga kafein
akan lebih tertahan pada fase diam dan waktu retensinya lebih lama.temperatur
pada kolom komposisi yang tepat dari pelarut, dan kondisi dari fase diam (tidak
hanya terbuat dari material apa, tetapi juga pada ukuran partikel), tekanan
yang digunakan (karena itu akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut),
Selain karena faktor polaritas dan kelarutan (like dissolves like).
Setelah
berinteraksi dan keluar dari kolom, solut akan memasuki detektor. Detektor yang
digunakan pada peralatan HPLC ini adalah spektrofotometer uv. Spektrofotometer
UV digunakan untuk senyawa yang mempunyai respon terhadap sinar UV, yaitu
karena adanya gugus kromofor pada analit. Untuk senyawa yang tidak mempunyai
gugus kromofor dapat dilakukan derivatisasi. Detektor ini digunakan karena
parasetamol dan kafein merupakan senyawa organik yang memiliki gugus kromofor.
Panjang gelombang
yang digunakan adalah …nm. Panjang gelombang ini merpakan panjang gelombang
dimana kedua senyawa (parasetamol dan kafein) saling berpotongan kurvanya pada
satu titik, dan selanjutnya titik ini disebut titik isobastik. Lambda ini adalah
lambda maksimal 2 senyawa yang bercampur.
Sinyal yang
dihasilkan detektor ini kemudian diteruskan ke recorder untuk selanjutnya
dicetak hasilnya sebagai kromatogram berupa pita-pita dengan puncak yang
memiliki luas area dan waktu retensi. Selanjutnya analisis puncak pita
dilakukan denganmelihat waktu retensi dari senyawa sampel yang sesuai atau
mendekati waktu retensi dari kedua standar senyawa. Diadapatkan waktu retensi
parasetamol=… dan kafein=… Terlihat bahwa parasetamol memiliki waktu retensi
yang lebih kecil sehingga dapat diartikan kalau parasetamol lebih cepat
terelusi keluar kolom, yang berarti parasetamol lebih polar darpada kafein.
Untuk
menghitung bobot kafein dan parasetamol dalam sampel, maka luas area terkoreksi
dari keduanya dimasukkan sebagai y ke dalam persamaan kurva baku hasil regresi
linear antara bobot versus luas area terkoreksi dari larutan baku. Kurva baku
untuk kafein y=……. dan kurva baku parsetamol y=….. Sehingga
diperoleh bobot rata-rata kafein dalam sampel sebesar…. konsentrasinya ….ppm
dan bobot rata-rata parasetamol dalam sampel….. konsentrasinya sebesar …ppm.
Selanjutnya
dihitung parameter kinetika pemisahan yang meliputi Faktor Kapasitas, Faktor
selektivitas, Efisiensi kolom, dan Faktor resolusi
Ø KESIMPULAN
·
Metode yang dikembangkan
cocok untuk identifikasi dan kuantifikasi dari kombinasi terner dari
parasetamol dan kafein.
·
Persentase yang
tinggi pemulihan menunjukkan bahwa metode ini dapat berhasil digunakan secara
rutin.
·
Metode yang
diusulkan adalah sederhana, sensitif, cepat, spesifik dan dapat diterapkan
untuk kualitas dan stabilitas pemantauan parasetamol, dan kafein
·
Rejeki, E.S. 2011 .Petunjuk Praktikum Kromatografi.
Universitas Setia Budi ; Surakarta
·
Wellings, D. (2006) Buku Pedoman Praktis Preparat HPLC,
Elsevier Science
·
Claessens, HA,
and van Straten, MA (2004) Journal of Chromatography A 1060, 23-41
·
Swartz, M.
(2005) Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies 28,
1253-1263.
·
Lunn, G., and
Wiley, J. (2005) HPLC methods for recently approved pharmaceuticals,
Wiley-Interscience
·
Neue, UD, and
Kele, M. (2007) Journal of Chromatography A 1149, 236-244.
·
JEF Reynolds, "Martindale
Farmakope Ekstra", 31sted, hlm 27-28., Farmasi Pers,London, 1996